Hari ini Kabupaten Banyuwangi memperingati hari jadi ke 243 Tahun. Kabupaten yang terletak diujung timur pulau Jawa ini mempunyai banyak kekayaan alam dan budaya. Nyaris seperti Bali, namun harus ditegaskan, Banyuwangi bukan Turunan dari Bali. Ditarik mundur, dari sisi sejarah memang ada keterkaitan dengan Bali. Banyak budaya kesenian di Tanah Blambangan ini juga banyak sejarah yang ada di Banyuwangi. Namun penulis hanya mengupas sebagian, Banyuwangi, Osing dan Barong Kemiren.
Dari sisi sejarah, diambil dari cerita kolosal, menurut Hasnan Singodimayan, kesenian barong Kemiren bercerita tentang gadis cantik bernama Ja’rifah, yang dijaga hewan bertubuh besar bermuka buruk–yang kemudian disebut barong–melawan penjajah. “Barong sangat setia kepada tuannya sehingga dianggap simbol kepahlawanan”. Wujud barong sendiri, menurut kisah yang penulis dapat dari Ketua adat Osing ketika ada studi banding di Desa Adat Kemiren. Ada dua bangsawan sakti dari Bali dan Blambangan yakni, Minak Bedewang dan Alit Sawung. Entah ada masalah apa, mereka bertarung hebat di atas selat Bali dalam jangka waktu yang sangat lama. Anehnya, mereka tidak ada yang terluka. Mereka berwujud Harimau dan Garuda. Saat itupun muncul suara halilintar yang menggelegar dan suara tanpa rupa dari langit ( konon katanya suara Dewa ). Suara itu berkata : “ Daripada kalian bertarung, bersatulah kalian menjadi satu wujud, sembuhkan yang sakit, sejahterakan yang sengsara, lindungi yang terancam dari kejahatan, maka berdamailah kalian !”. Kemudian kedua wujud itu bersatu, jadilah wujud mereka menjadi Barong. Barong juga menjadi simbol kebersamaan, kebersamaan dalam hal yang diucapkan oleh Sang Dewa ketika mereka bertarung. Di Tanah Blambanga Barong disakralkan keberadaannya, calon penaripun harus pilihan alam dan wajib mengikuti ritual khusus. Jadi tidak sembarang orang yang menjadi penari, jikalau dipaksakan akan mencelakakan penari dan orang disekitarnya. Dalam bentuk Barong Kemiren ( Banyuwangi ) dengan Barong Bali bentuknya lebih besar Barong Bali, namun Barong Bali tidak mempunyai sayap seperti Barong Kemiren.
Osing adalah suku asli Banyuwangi. Osing sendiri mempunyai makna “sing” atau “hing” yang artinya tidak. Penamaan nama Osing ketika Kerajaan Blambangan sering diajak kerjasama oleh VOC, kekeuh tidak mau dan sering bilang tidak, maka dari itu, awal mula nama Osing. Sering terdengar kata jorok di Masyarakat Osing seperti Celeng, Babi, Asu, Bajol dan Bojok. Dari ngeyelnya masyarakat asli Banyuwangi pasca perang puputan bayu, VOC sendiri mendatangkan tenaga kerja dari Jawa Tengah dan Madura. Merasa dikucilkan, Suku Osing mengucilkan diri didaerah pegunungan, Banyuwangi Barat. Sampai sekarangpun masih ada Suku Osing Asli yang menjaga nilai-nilai budaya dari budaya pendatang dan menolak segala jenis “penjajahan”. Orang Osing sendiri menyebut orang pendatang dengan sebutan Wong Kiye.
Banyuwangi dikenal dengan berbagai nama, yang penulis ketahui yakni Bhumi Blambangan, Triangle Diamond dan yang terbaru adalah The Sunrise Of Java. Bhumi Blambangan adalah sebuah nama kerajaan bernama Kerajaan Blambangan. Kerajaan Blambangan sendiri tidak pernah tunduk kepada kerajaan yang besar saat itu, yakni Majapahit. Persetruan ini hingga muncul perang yang dikenal dengan perang Paregreg. Blambangan berasal dari kata bala yang artinya “rakyat” dan ombo yang artinya “besar” atau “banyak”. Jadi Blambangan adalah “kerajaan yang rakyatnya cukup banyak.” Triangle Diamond atau segitiga berlian, Banyuwangi dikenal dengan sebutan itu, karena faktor geografis, yakni posisi Kawah Ijen, TN. Meru Betiri dan Alas Purwo
Banyuwangi sendiri tidak didiami oleh suku Osing Saja, namun juga ada beberapa suku, yakni Jawa, Madura dan Bugis. Agama juga demikian, hampir semua agama ada disini. Selain dari sisi Pariwisata Banyuwangi terkenal dengan magis atau santet. Namun tenang, hal demikian tidak digunakan sembarangan.
Mengenai istilah sebutan The Sunrise Of Java, dikarenakan Banyuwangi adalah Kota pertama yang tersentuh oleh Sunrise atau matahari terbit. Dari situlah Bupati Azwar Anas gencar untuk menggunakan jargon tersebut. Masyarakat Banyuwangi dikenal dengan budaya hibridasi yakni mencampurkan suatu hal menjadi satu. Seperti di Banyuwangi di bagian kuliner, ada Rujak Soto, Pecel Rawon dsb.
Berikut Penulis akan tulis Bupati Banyuwangi dari pertama hingga sekarang :
1. Temenggung Wiroguno I alias Mas Alit
2. Temenggung Wiroguno II alias Mas Talib
3. Temenggung Surenggrono
4. RT. Wiryo Adi Danuningrat
5. RT. Pringgokusumo
6. RT. Aryo Sugondo
7. RT. Astro Kusumo
8. RT. Surenggono
9. RT. Kusumonegoro
10. RT. Notodiningrat
11. R. Ahmad Noto Adi Suryo
12. R. Murtajab1930193513R. Ahmad Prastika
14. R. Oesman Soemodinoto
15. R. Ahmad Kusumo Negoro
16. R. Moch. Sachrawisetio Abiwinoto
17. Sukarbi
18. R. Oesman Soemodinoto
19. Soegito Noto Soegito
20. Soewarso Kanapi, S.H.
21. Letkol (Purn.) Djoko Supaat Slamet
22. Soesilo Suharto, S.H
23 S. Djoko Wasito
24. Harwin Warsito
25. Kol Pol. (Purn) HT. Purnomo Sidik
26. Ir. Samsul Hadi
27. Ratna Ani Lestari
28. Abdullah Azwar Anas
Sebelum menulis artikel ini, harapan penulis untuk Banyuwangi, tetaplah berbudaya, menjaga budaya dan menata kota untuk menjadi kota yang besar dengan melihat promo budaya dan wisata oleh Pemerintahan Daerah Banyuwangi. Jayalah Banyuwangi, Sejahteralah masyarakatnya.
Ridho
Twitter Account @CheRidhoBuffon